Thursday, April 16, 2009

MARGINALISASI TERHADAP ORANG DAYAK

Jika kita melihat kecenderungan iklim politik daerah di Kalimantan, katakanlah di Kalimantan Barat yang mayoritas penduduknya adalah suku Dayak (40% lebih), permainan marginalisasi ini muncul ketika pemerintah menerapkan sistem negara yang sentralistik pada zaman orde baru. Sistem yang diciptakan pusat dengan sentralistik itu telah menjadi penghalang dan penjajah secara tidak langsung. Sebetulnya bukan hanya masyarakat Dayak yang dirugikan dari penerapan sistem pemerintahan ini, hampir diseluruh Nusantara, daerah menjadi kuda pacu bagi pusat. Kekayaan daerah yang berhasil dieksplorasi oleh perusahaan-perusahaan raksasa sebagian besar hasilnya diangkut kepusat. Akibatnya daerah hanya mendapatkan bagian terkecil dari hasil industri perdagangan tersebut.

Marginalisasi oleh pemerintah pusat dimasa Orba menyebabkan daerah-daerah seperti Aceh, Kalimantan, Papua, Timor Timur, dan sebagian Sulawesi menjadi ngambang tanpa arah pembangunan yang jelas. Mereka ini ibarat bergantung pada tuan yang galak dan tidak bernurani. Setelah kekayaan mereka diambil, mereka ditinggalkan begitu saja. Adapun pengembalian kembali kekayaan kepada mereka tidaklah sebanding dengan apa yang telah diambil.

Kesalahan pemerintahan dizaman orde baru tersebut menjadi semacam bom pemicu sehingga daerah-daerah mulai berontak dan melawan. Walaupun melawan bukan dalam kontek perjuangan bersenjata, mereka mulai membuat gerakan-gerakan politik oposisi daerah untuk menjadi penggerak utama memperjuangkan hak-hak lokal. Sistem yang sentralistik dan marginalisasi itu membuat daerah-daerah kerdil. Langkah berontak yang mereka tunjukkan sedikit demi sedikit mampu menyentil pemerintah pusat sehingga pemerintah pusat sendiri mau tidak mau melunak dan mulai memperhatikan kepentingan daerah. Tetapi perhatian pusat masih dalam lingkup yang sekedar saja tanpa berusaha maksimal memberikan perhatian pembangunan dan sosial kebudayaan daerah. Akibatnya aksi berontak ini masih berlanjut dan menjadi bumerang yang membuat pusat terpinsut salah aksi. Daerah merasa dianaktirikan, bahkan dalam tatanan tertentu marginalisasi ini semakin merambah beberapa aspek kehidupan.

Beberapa hal yang menjadi kendala pengembangan daerah dimasa orde baru karena sistem pemerintah yang terpusat itu adalah sebagai berikut:

1. Potensi penghasilan daerah diangkut kepusat sehingga sumber dana daerah sangat minim. Kekuasaan selalu terpusat di Jakarta dan kebijakan juga demikian, daerah hanya sebagai pelaksana harian tanpa wewenang yang lebih besar untuk mengambil keputusan-keputusan strategis bagi kepentingan lokal.

2. Secara tidak langsung, pemerintah pusat menekan dan menjajah rakyat etnik. Semisal, orang Dayak jarang diberi kesempatan untuk mengisi posisi kunci dalam pemerintahan. Di Aceh, ketika daerah ini dinyatakan sebagai DOM Daerah Operasi Militer, orang-orang lokal tidak diberi kekebasan dalam hal berdemokrasi dan selalu dicurigai sebagai aktek-antek Gerakan Aceh Merdeka. Pemerintah menutup pintu untuk masyarakat Aceh dalam hal politik. Akhirnya, mereka berjuang minta dukungan dunia luar agar mereka bisa memegang tampuk pemerintahan daerah.

3. Kecenderungan lain yang sebetulnya tidak terbaca oleh masyarakat dari sentralisasi pemerintahan ini adalah program Javanisasi dan Islamisasi. Hampir semua program transmigrasi kedaerah melibatkan dua kekuatan ini, sehingga terjadilah silang pendapat mengenai perlu tidaknya transmigrasi. Disektor pemerintahan, aroma Javanisasi begitu kental. Dulu pusat punya kebijakan untuk mengusulkan dan menempatkan seorang pemimpin dari etnis Jawa untuk memimpin daerah.

4. Secara halus negara menjajah daerah. Ingat bagaimana ekspoloitasi dan pengaruh-pengaruhnya dari bahasan diatas tadi. Ini menunjukkan ada indikasi yang sangat dominan oleh pemerintah pusat dalam banyak urusan didaerah. Secara kasat mata pusat telah menjajah daerah tanpa memberi ruang gerak yang cukup luas bagi daerah untuk berinovasi menemukan resep pembangunan yang sesuai kebutuhan dan kultur daerahnya. Memang disisi lain daerah masih terbatas dengan beberapa sumber daya, namun karena begitu dominannya pengaruh pemerintah pusat dizaman orde baru, daerah hanya sebagai pelaksana saja tanpa mempu mengambil keputusan-keputusan besar untuk membangun daerah secara kontinue.

Pengaruh dan dominasi pemerintah pusat ini secara halus membunuh potensi-potensi lokal. Para politikus lokal yang memiliki kemampuan untuk membawa daerah menuju kesejahteraan dihambat dan dihalang-halangi. Pusat membuat sebuah sistem lingkaran yang membentengi posisi utama dalam pemerintahan. Akibatnya kekuatan politik lokal menjadi hancur. Ekonomi daerah juga menjadi kacau balau. Harga barang bisa dipengaruhi oleh keadaan ekonomi pusat. Dalam ruang lingkup bisnis, ada kecenderungan monopoli perdagangan yang dibuat sistematis dan disetting untuk menekan pertumbuhan ekonomi daerah.

Ini Semua merupakan persoalan yang kompleks sebagai akibat dari sentralisasi oleh pemerintah tersebut diatas. Marginalisasi ini terus berlanjut bahkan hampir tiga dasa warsa terutama semasa pemerintahan Suharto.


-Tain Odop

No comments:

Blog Archive